Lehman Brothers: Warning bagi perbankan tanah air
Oleh: Dias satria
Dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Brawijaya
Peneliti INSEF (Surabaya)
Kekacauan keuangan global yang diperpanas dengan bankrutnya “Lehman Brother”, salah satu lembaga keuangan terkenal di AS, telah banyak mempengaruhi gejolak dalam pasar keuangan domestik. Gejolak bagi pasar keuangan domestik tentu bukan sekedar permasalahan hubungan keuangan (ex: connected lending) dengan Lehman Brothers, namun lebih banyak dipicu oleh “asymmetri information” yang menyebabkan kepanikkan pasar dan ketidakpercayaan pelaku pasar asing dan domestik.
Permasalahan inti Lehman Brothers terletak pada tingginya posisi aset dalam pembiayaan kredit perumahan. Share yang terlalu besar ini tentu saja menimbulkan keterbukaan resiko yang semakin tinggi. Keadaan ini diperparah dengan masih berlangsungnya resesi perekonomian AS, yang menyebabkan default atau ketidakmampuan untuk membayar dari masyarakat.
Lehman Brothers menjadi berita yang “menggemparkan”, karena tingginya jumlah aset yang dimilikinya serta tingginya connected lending yang dilakukkannya dengan lembaga-lembaga keuangan di seluruh dunia, sehingga menimbulkan contagion atau efek penularan yang dahsyat.
Bagi perkembangan keuangan domestik, Lehman Brothers tentu akan mempengaruhi kinerja pasar keuangan (saham dan uang) karena perubahan ekspektasi investor dan tentu, perubahan perilakunya. Selain itu, pengaruh bagi pasar domestik akan terjangkit melalui perubahan fundamental indikator makro internasional yang terangkum dalam neraca pembayaran, khususnya bagaimana pengaruhnya terhadap perbedaan suku bunga domestik dan luar negri serta instabilitas nilai tukar terhadap aliran modal masuk ke negara-negara berkembang.
Dalam konteks ini, bank harus waspada dengan semakin menurunnya nilai pasar atau market value dari aset-aset mereka. Dengan kata lain, menurunnya indeks gabungan IHSG dan securities secara umum akan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi profitabilitas aset yang mereka pegang. Dalam konteks ini, kecukupan modal akan menjadi sumber kekuatan bank untuk bertahan dalam ancaman resiko likuiditas dan insolvency.
Namun, disisi lain antisipasi yang serius perlu untuk dilakukkan guna mengamankan stabilitas keuangan domestik khususnya dari perspektif keuangan internal industri perbankan tanah air. Beberapa indikator seperti tingginya kredit konsumsi dan lemahnya intermediasi perbankan, harus segera direvitalisasi untuk menghindari industri perbankan dari keterpurukan.
Secara umum ada beberapa pelajaran penting dari kekacauan keuangan global ini.
Pertama, terlalu tingginya pinjaman konsumsi (kredit properti, kartu kredit dll) ditengah-tengah lesunya fundamental ekonomi akan menciptakaan ancaman instabilitas keuangan.
Kedua, implementasi manajemen resiko yang hanya sebatas tangan atau “arm length” analysis, yang sangat digemari perbankan saat ini karena biayanya yang rendah, telah mengarahkan aktivitas investasi aset perbankan ke transaksi-transaksi yang sifatnya spekulatif dan “tidak produktif”. Bahwa saat ini, ada kecenderungan bahwa perbankan semakin enggan untuk melakukkan fungsi vitalnya “intermediasi”, yang seharusnya dapat memberikkan pinjaman ke sektor-sektor usaha yang produktif.
Hal ini jugalah yang meningkatkan ancaman bagi perbankan tanah air, ditengah-tengah tingginya kemajuan teknologi dan globalisasi keuangan. Bahwa penurunan aktivitas tradisional perbankan yang sesungguhnya telah memudar, dan mengancam perkembangan perbankan itu sendiri.
Ketiga, masuknya lembaga keuangan asing (termasuk bank asing) harus dapat ditelaah lebih lanjut. Apakah dengan masuknya bank asing, “mudharat yang diberikan lebih besar dari manfaatnya?”. Beberapa indikator penting yang dapat digunakan antara lain, seberapa besar peran bank asing bagi kemajuan UMKM?seberapa besar pinjaman modal kerja bank asing?apakah bank asing lebih menyukai kredit konsumsi saja?
Hal ini juga menunjukkan bahwa meski secara positif masuknya lembaga keuangan asing membawa pelajaran penting berupa best pratices (implementasi manajemen resiko), namun disisi lain masuknya lembaga keuangan asing dapat juga membawa penyakit.
Di sisi lain, secara empiris, konsentrasi yang terlalu tinggi (tingginya jumlah pemain asing dalam pasar domestik) dalam dunia perbankan tentu memiliki ekses yang negatif bagi aktivitas perbankan tanah air. Bahwa dengan semakin tingginya kompetisi yang dapat mengurangi market share dan keuntungan mereka, maka hal ini akan mengarahkan perilaku perbankan yang cenderung spekulatif dengan mencari sumber keuntungan baru di pasar keuangan (saham dan uang). Hal inilah yang pada dasarnya membahayakan stabilitas sistem keuangan domestik, karena bergesernya fungsi vital perbankan bagi pembangunan
Tiga permasalahan ini tentu dapat menjadi warning bagi perbankan tanah air, bahwa goncangan eksternal dan kekuatan internal industri perbankan harus segera diperbaiki guna menghindari krisis keuangan yang berkepanjangan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar