Rabu, 13 Agustus 2008

Inflasi tinggi di Jatim tak terbendung

Senin, 28/07/2008

Inflasi tinggi di Jatim tak terbendung
'Oligopoli masih kuasai rantai pasok'

MALANG: Inflasi dari sektor bahan pangan (volatile foods) di Jatim dipicu praktik oligopoli dalam rantai pasok komoditas tersebut. Hal tersebut diungkapkan Dias Satria, Dosen FE Universitas Brawijaya, mengutip riset dari Institute for strategic and Finance (Incef) Surabaya tentang fenomena bahan pangan dengan harga mudah melonjak.

"Praktik oligopoli dalam rantai pasok bahan-bahan pokok masih terjadi karena kekuatan dan peran uang pedagang besar," kata Dias Satria, pada suatu lokakarya bidang ekonomi bagi wartawan, akhir pekan lalu.

Setiap komoditas, lanjut dia, dalam bahan pangan memiliki karakteristik yang berbedabeda baik dari sisi produksi, waktu panen, teknik produksi, dan lainnya, mekanisme tata niaga, maupun dalam volat i l itas harganya dari waktu ke waktu.

Jika dilihat dari struktur pasar empat komoditas di Jawa Timur, menurut dia, di tingkat hulu (pengumpul atau agen) sebagian besar struktur pasarnya sangat terkonsentrasi pada segelintir pedagang besar.

"Sudah menjadi rahasia umum, petani cabe yang menawarkan hasil panennya kepada satu pengumpul, tak bisa menjual produknya ke pedagang lain, meski harga tidak sepakat,karena adanya praktik oligopoli itu, para pengumpul dikuasai lagi oleh pedagang besar." Mekanisme tata niaga memiliki keterkaitan yang kuat terhadap fluktuasi maupun volatilitas harga bahan makanan di daerah.

Tingginya f luktuasi pada volatile foods utamanya disebabkan pula karena ekspektasi masyarakat.

Faktor lain, karena biaya pemasaran, kondisi jalan, retribusi, dan praktik pungli serta faktor eksternal, kenaikan BBM.

"Di negara maju, harga bahan pokok relatif stabil karena tidak ada faktor-faktor yang menjadi pemicu kenaikan harga tersebut." Dinas bertanggung-jawab Melihat permasalahan yang menyebabkan inefisiensi dalam dalam tata niaga volatile foods maka diperlukan identifikasi peran dinas-dinas yang strategis agar dapat memecahkan permasalahan tingginya angka inflasi volatile foods di daerah.

Terkait minimnya dukungan infrastruktur untuk kelancaran distribusi tata niaga, maka diperlukan dukungan pemda untuk memperbaiki dan membangun fasilitas jalan raya yang sesuai standar.

Minimnya fasilitas infrastruktur, khususnya jalan raya, serta rendahnya pengaturan lalu-lintas akan mempengaruhi out put dan biaya yang dikeluarkan.

Pengenaan retribusi pemerintah sebagai salah satu sumber PAD, dia ni lai , masih dalam taraf wajar, tidak mendistorsi pasar. Namun rendahnya retribusi ternyata masih belum diikuti dengan kesadaran aparat untuk tidak melakukan pungli.

Pada Juni 2008, Jatim mengalami inflasi 2,24%, hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional 2,46%, berdasarkan Indek Harga Konsumen (IHK) yang diamati di 10 kabupaten/kota di Jatim selama Juni 2008.

Di antara kelompok barang dan jasa yang mengalami kenaikan, bahan makanan naik 0,81%, kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau 1,32%, kelompok perumahan, air, listrik dan tembakau 1,66%.

Kenaikan harga juga terjadi di kelompok sandang 0,52%, kelompok jasa kesehatan 0,65%, jasa pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,25%, kelompok jasa transportasi, komunikasi, dan keuangan 7,50%. (k24/ k14) (surabaya@bisnis.co.id)

BISNIS INDONESIA

Tidak ada komentar: