Rabu, 13 Agustus 2008

KONFLIK BANK INDONESIA DI DAERAH

KONFLIK BANK INDONESIA DI DAERAH

(TANTANGAN TPID KEDEPAN)

Dias Satria SE.,M.App.Ec

Dalam menghadapi tingginya tantangan yang saat ini diemban, Bank Indonesia telah menginisiasi untuk menciptakan suatu wadah koordinasi lintas dinas di daerah yang bernama “ Tim Pengendalian Inflasi Daerah” atau TPID. Secara umum, terbentuknya TPID ini merupakan respon atas perlunya suatu koordinasi yang efektif sebagai penyedia informasi yang penting bagi keperluan identifikasi sumber-sumber inflasi di suatu wilayah. Lebih spesifik lagi, TPID memiliki tugas melakukan pemantauan harga dan pemetaan masalah, melakukan pengendalian harga, dan memberikan informasi dan atau rekomendasi, termasuk alternatif solusinya.

Secara umum, upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mengefektifkan pengendalian inflasi di daerah melalui TPID, antara lain :

a. Memperkuat aspek kelembagaan antara Bank Indonesia di daerah dan Pemda

b. Mengidentifikasi sumber-sumber kelangkaan pasokan barang kebutuhan pokok di daerah.

c. Melakukan diseminasi untuk memberikan pemahaman masyarakat di daerah terkait kondisi dan prospek ekonomi serta risiko tekanan inflasi.

Penyesuaian kebijakan harga yang dilakukan oleh pemerintah pada beberapa bahan kebutuhan pokok masyarakat tentu akan berpengaruh pada pencapaian target inflasi yang diharapkan. Dalam konteks ini, pendirian “Tim Pengendali Inflasi Daerah” yang saat ini dikembangkan oleh BI dengan pemerintah dan institusi-instusi terkait, sangat berperan dalam upaya pencapaian target inflasi yang diinginkan. Rasional utamanya adalah karena faktor penyebab inflasi bukanlah semata-mata pengaruh dari kebijakan moneter, tapi juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, permintaan dan penawaran pasar serta ekspektasi masyarakat.

Koordinasi kebijakan dan informasi antar institusi pemerintah memang sangat dibutuhkan BI dalam rangka mendukung strategi kebijakan moneter IT, karena Tim koordinasi ini diharapkan dapat mengidentifikasi secara lebih jeli apa penyebab inflasi yang terjadi dalam perekonomian, apakah itu inflasi yang timbul dari sisi penawaran atau supply (cost push inflation), ataukah inflasi timbul dari sisi permintaan (demand pull inflation)? dan ataukah inflasi timbul dari ekspektasi masyarakat? selain itu Tim Koordinasi pengendali inflasi ini juga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan konflik kepentingan atau conflict of interest antar institusi pemerintah. Permasalahan conflict of interest sangat mungkin terjadi ditengah-tengah berseberangannya tujuan pokok instansi-instansi tersebut. Sebagai contoh, pencapaian inflasi yang rendah oleh Bank Sentral tidaklah mudah terealisasi jika strategi kebijakan pembangunan yang diemban pemerintah terlalu ekspansif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (contoh: kebijakan yang mengakibatkan peningkatan government expenditure yang berlebihan dan defisit fiskal). Oleh karena itu, koordinasi menjadi sangat penting dalam pencapaian tujuan ekonomi bersama melalui sinkronisasi kebijakan-kebijakan dan pemberian informasi yang sempurna.

Di sisi lain, koordinasi tim pengendali inflasi juga sangat diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada inflasi. Sebagai contoh, inflasi yang berasal dari sisi penawaran (cost push inflation) penyebabnya bisa berasal dari depresiasi nilai tukar ataupun kebijakan harga dari pemerintah (administered price). Sehingga jika terjadi inflasi akibat depresiasi nilai tukar, maka kebijakan yang paling pas adalah intervensi di pasar valas oleh BI untuk mengurangi efek pass through nilai tukar terhadap harga barang impor. Namun sebaliknya jika inflasi timbul dari sisi penawaran (cost push inflation) akibat Kebijakan harga, maka tanggung jawabnya akan beralih pada pemerintah bukan bank sentral.

Selanjutnya, di tataran daerah, penyebab inflasi tentu akan sangat bervariasi penyebabnya. Sebagai contoh sumber instabilitas dalam mekanisme tata niaga yang menyebabkan tingginya transaction cost tentu akan berdampak pada semakin tingginya second round effect dari kebijakan harga pemerintah. Semisal kenaikkan harga bahan bakar minyak akan menyebabkan tingginya biaya transportasi dan meningkatnya biaya/pungutan liar di lapangan. Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan inflasi karena biaya-biaya tersebut pada akhirnya akan dibebankan pada harga produk akhir.

Selain itu sumber instabilitas yang berpengaruh pada fluktuasi harga komoditas pada volatile foods di daerah juga sarat dengan permasalahan di sisi penawaran, seperti : pola produksi dan distribusi, tata niaga, mekanisme harga dalam dan luar negri, serta struktur pasar. Oleh karena itu tantangan yang saat ini diemban oleh TPID juga akan semakin berat ditengah-tengah prioritas-prioritas kebijakan lain yang strategis yang harus diemban oleh masing-masing institusi atau dinas.

Melihat dari persoalan-persoalan tersebut, maka tantangan yang diemban oleh Bank Indonesia dan institusi dan institusi yang terkait untuk mengendalikan inflasi akan semakin berat. Selain itu juga, kinerja dan efektivitas proses yang berlangsung dilapangan belum tentu dapat sesuai seperti yang diharapkan. Ada berbagai faktor yang kompleks yang dapat mempengaruhi efektivitas forum atau wadah ini sebagai penyedia informasi dan pengendali inflasi daerah. Sebagai contoh, karena prioritas inflasi yang rendah bukanlah tujuan utama bagi Dinas Koperasi dan UKM selain meningkatkan UKM itu sendiri maka tujuan pencapaian inflasi yang rendah bisa jadi hanya sebatas formalitas semata. Lebih ekstrem, jika program kebijakan UKM diarahkan untuk meningkatkan akses finansial dan kerjasama dengan lembaga keuangan yang dapat meningkatkan jumlah kredit bagi UKM-UKM maka tentu akan berpengaruh pada tekanan inflasi akibat tekanan ekspansi moneter (core inflation). Konflik kepentingan ini tentu tidak akan dapat dihindari baik bagi Bank Indonesia dan dinas yang berkaitan, jika prioritas-prioritas kepentingan yang diemban oleh masing-masing tersebut berbeda.

Selanjutnya jika paradigma yang diemban pemerintah daerah saat ini masih dalam tataran penciptaan lapangan pekerjaan dan pengurangan tingkat kemiskinan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka prioritas yang diemban bersama untuk melakukan pengendalian inflasi akan sangat sulit untuk direalisasikan secara bersama. Hal ini disebabkan karena program-program ekonomi yang dilakukan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut akan cenderung bersifat ekspansif dan menimbulkan sumber instabilitas bagi pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

Di sisi lain, ada perbedaan mendasar yang mungkin akan menghalangi efektivitas forum atau wadah ini sebagai tim pengendali inflasi daerah dalam konteks kompetensi dan sudut pandang dalam menilai tingkat inflasi. Keadaan ini akan mudah dimengerti dengan ilustrasi beberapa ilmuwan bidang ilmu berbeda berkumpul mendiskusikan tentang masalah yang sama, maka tentu saja akan sulit untuk dipertemukan jika tidak ada sebuah acuan, model atau fasilitator yang efektif untuk menterjemahkan gagasan dan opini tersebut menjadi masukan yang konstruktif.

Efektivitas tim pengendali inflasi daerah selain membutuhkan koordinasi yang kuat sebagai penyedia informasi bagi kebutuhan identifikasi, juga diperlukan sistem informasi yang memuat kerangka analisa dan model yang akurat mengenai gambaran inflasi di daerah. Sistem ini menjadi sangat penting bagi kebutuhan decision support system yang berguna bagi pengambilan keputusan yang strategis berkaitan dengan pengendalian inflasi daerah.

Tidak ada komentar: